Postingan

Menampilkan postingan dari Februari 5, 2017

Membela Wasathiyya Islam

Gambar
Koran Sindo, Jum'at, 10 Februari 2017 Ahmad Najib Burhani* Ketika Azyumardi Azra CBE (2015) menyampaikan pandangannya bahwa Indonesian wasathiyya Islam is too big to fail , beberapa kali saya menegaskan keraguan dan kekhawatiran atas tesis tersebut. Memang, bila dilihat dari respon umat Islam terhdap terorisme, maka Islam moderat sepertinya akan menjadi pemenang. Dan bila dilihat dari wujud dan kuantitas warga NU (Nahdlatul Ulama) dan Muhammadiyah, yang sering dianggap sebagai representasi dari Islam wasathiyya , maka keduanya sepertinya akan terus mewarnai pandangan keagamaan di Indonesia pada tahun-tahun mendatang. Namun bila melihat beberapa fenomena belakangan ini, seperti berbagai aksi intoleransi terhadap minoritas, mudahnya mem bully secara berjamaah kepada mereka yang berpandangan berbeda, dan terjadinya konflik keagamaan hanya karena persoalan sepele, maka ada kekhawatiran bahwa Islam moderat di Indonesia itu sudah goyah. Tindakan intoleransi, diskriminasi dan bigotry mem

Teologi Mustad'afin di Indonesia: Kajian atas Teologi Muhammadiyah

Sokhi Huda ABSTRACT Mustad’afin Theology in Indonesia is the new face of  al-Ma’un theology initiated by the Ahmad Dahlan. It eventually accumulates with more extensive issues and involves partnerships with other parties in order to achieve its praxis strategy. The basic assumption of  this theology is that the practice of  worship must be directly related to social concerns, with a foundation of monotheism that manifests itself  into the realm of  praxis. This finally leads to the key words of “social unity” and “social rituals” which are then developed in the context of contemporary nationhood and statehood in Indonesia. Moreover, its epistemology primarily comes from: (1) Wahhabi-Salafi ideology of  Rashid Rida, (2) the idea of    education reform of  Muhammad ‘Abduh, and (3) theology of al-Ma’un of Ahmad  Dahlan. These three basic epistemologies are equipped with a significant adaptation to seven factors, in order to be accepted as a theology of  liberators movement in Indonesia. T

Visitor

Online

Related Post