Postingan

Menampilkan postingan dari November 29, 2015

Kesatria?

Oleh: M. Husnaini Salah seorang aktivis muda Muhammadiyah mengeluhkan bahwa Muhammadiyah kini sudah tidak lagi menarik. Gerakan dakwahnya sangat lamban. Kalah gesit dibanding organisasi-organisasi Islam lain yang relatif baru. Muhammadiyah, menurutnya, hanya besar dalam nama. Programnya banyak yang tidak berjalan. “Pemuda Muhammadiyah itu apa sih kegiatannya? Adanya sama dengan tidak ada,” tuturnya berapi-api. Kritik semacam itu positif belaka. Kritik merupakan bukti cinta. Boleh jadi, tidak banyak pemuda yang memiliki kepedulian sebegitu mendetail terhadap kondisi Persyarikatan. Andai bermunculan pemuda-pemuda lain dengan ketajaman pikir serupa itu, tentu gerakan Muhammadiyah senantiasa lurus di atas relnya. Menjadi ironi ketika kritik seperti itu lantas disusul dengan tindakan hengkang dari Muhammadiyah. Pemuda barusan segera hijrah ke organisasi Islam lain yang sangat bernuansa politik. Sembari tetap mencari makan di Muhammadiyah, dia terus menghujat Muhammadiyah yang disebutnya kur

Mata Rantai Pembaruan Kiai Dahlan

Gambar
Judul Buku: Aliran Pembaruan Islam; Dari Jamaluddin Al-Afghani hingga KH Ahmad Dahlan Penulis: Djarnawi Hadikusuma Penerbit: Suara Muhammadiyah, Yogyakarta Cetakan: Pertama, 2014 Tebal: xiii + 191 halaman Oleh M. Husnaini Buku ini termasuk karya yang penting dan lengkap untuk mengungkap mata rantai pembaruan Kiai Dahlan dan Muhammadiyah yang berdiri sejak 18 November 1912 M/8 Dzulhijjah 1330 H. Belum banyak penelitian tentang etos gagasan dan gerakan genial Kiai Dahlan (1868-1923) dalam upaya mencerahkan kehidupan sosial keagamaan selama satu abad lebih. Kendati Muhammadiyah terbukti berhasil mengembangkan ribuan amal usaha dalam bidang pendidikan, kesehatan, dan sosial, masih sering ditemukan anggapan bahwa pembaruan di tubuh Muhammadiyah terbatas urusan purifikasi agama. Dengan begitu, buku karya Djarnawi Hadikusuma ini menarik dikaji. Tokoh teras Muhammadiyah generasi tua ini berhasil melacak pertautan ide pembaruan Kiai Dahlan dengan tiga tokoh pembaru secara cerdas dan kritis. Me

Tunaikan Bukti, Bukan Janji

Gambar
Judul Buku: Muhammadiyah untuk Semua Penulis: Prof Dr H Din Syamsuddin MA Penerbit: Suara Muhammadiyah, Yogyakarta Cetakan: Pertama, 2014 Tebal: x + 188 halaman Oleh M. Husnaini Robert W Hefner menyebut Muhammadiyah sebagai gerakan pembaruan Islam terbesar di dunia. Bukan tanpa alasan. Sebab, Muhammadiyah merupakan satu-satunya gerakan Islam di Indonesia yang terorganisasi secara modern. Unit kegiatan dan amal usaha Muhammadiyah tersebar merata di Nusantara dan beberapa di luar negeri. KH Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah, memang sosok pencerah. Sulit ditemukan tafsir klasik yang menjelaskan makna Al-Quran sebagaimana pemahaman Kiai Dahlan. Pemaknaan Kiai Dahlan atas surah Ali Imran ayat 104, misalnya, menjadi basis teologi organisasi modern sebagai instrumen ritual dan pemecahan problem kehidupan. Pembacaan beliau atas surah Al-Ma’un juga melahirkan aksi-aksi pemberdayaan berupa sekolah, rumah sakit, panti asuhan, rumah jompo, rumah miskin, dan lainnya. Gagasan genial Kiai Dahlan, m

Seminar Internasional: Globalisasi dan Pengaruh Karya Besar Muhammadiyah dalam Pemikiran Keislaman di Asia Tenggara

Gambar
Siaran Pers Seminar Internasional   “Globalisasi dan Pengaruh Karya Besar Muhammadiyah dalam Pemikiran Keislaman di Asia Tenggara” Kerjasama Majelis Pustaka dan Informasi PP Muhammadiyah dan IMM Cabang Ciputat Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah Jakarta, 2 Desember 2015 . Meski Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia, namun dalam hal pemikiran keislaman, selama ini Indonesia lebih banyak menjadi konsumen daripada produsen. Pengaruh Arabisasi, Iranisasi, dan Indianisasi begitu nyata dalam kehidupan dan pemikiran masyarakat Muslim di Indonesia. Mengapa ini terjadi? Dan bagaimana umat Islam bisa memberi pengaruh dan kontribusi yang berarti dalam dunia Islam dan peradaban umat manusia secara umum? Apakah tidak ada sama sekali intelektual Indonesia yang memiliki pengaruh kuat di dunia atau paling tidak Asia Tenggara? Inilah alasan mengapa penyelenggaraan Seminar Internasional dalam rangka Pembukaan Darul Arqam Madya (DAM) mengambil tema “Globalisasi dan Peng

Visitor

Online

Related Post