Muktamar Menunjukkan Muhammadiyah Berkemajuan dan Bukan Wahabi
Najib Burhani: Muktamar Menunjukkan Muhammadiyah Berkemajuan dan Bukan Wahabi
Posted by: Madina in Dunia Islam, Khazanah 15 hours ago 155 Views
Dibanding muktamar Nahdlatul Ulama (NU) yang penuh hiruk pikuk, muktamar Muhammadiyah tampak berjalan lancar dan tenteram. Semua agenda muktamar diselesaikan dengan baik. Proses pemilihan ketua umum juga berlangsung tanpa gejolak.
Untuk lebih jauh mengetahui bagaimana berlangsungnya muktamar Muhammadiyah dan hasil-hasil dari muktamar tersebut, redaktur Madina Online Warsa Tarsono berkesempatan mewawancarai Najib Burhani, tokoh muda Muhammadiyah yang terlibat dalam persiapan maupun pelaksanaan muktamar tersebut.
Berikut adalah petikan wawancara dengan Najib:
Dibandingkan NU, muktamar Muhammadiyah berjalan lebih lancar, apa perbedaannya?
Saya kira di NU pemilihan pimpinan itu adalah hal yang utama. Tentu saja mereka juga melakukan pembahasan program dan lain sebagainya tapi itu nomor sekian setelah pemilihan ketua umum. Dan semua proses itu adanya di muktamar.
Nah, di Muhammadiyah itu berbeda. Di Muhammadiyah pemilihan pimpinan prosesnya panjang, sudah dimulai sejak Januari. Sejak Januari sudah dimulai pengajuan nama-nama siapa yang layak menjadi pimpinan Muhammadiyah. Ada beberapa persyaratan untuk diajukan sebagai pimpinan: orang itu harus sudah menjadi anggota selama lima tahun, pernah jadi pengurus, dan diusulkan minimal oleh tiga orang pengurus Tanwir.
Di proses usulan terkumpul 200-an nama. Kemudian 200-an orang itu dikirimi formulir untuk memastikan kesediaan mereka untuk dipilih. Dari 200-an nama kemudian terjaring 82 orang, karena ada yang tidak mengembalikan formulir, meninggal sebelum pelaksanaan atau alasan lainnya. Nah, 82 nama tersebut dibawa ke sidang Tanwir.
Di siding Tanwir, 82 nama itu diseleksi lagi, dipilih oleh anggota Tanwir, dan akhirnya terseleksi menjadi 39 nama. Ke-39 nama ini yang kemudian diajukan ke muktamar untuk dipilih oleh peserta muktamar yang berjumlah 2000-an orang. Proses ini memilih 13 orang yang akan jadi pimpinan Muhammadiyah. Selanjutnya, 13 orang ini yang memilih siapa ketua umumnya. Jadi proses pemilihan pimpinan berlangsung cukup lama sehingga tidak menimbulkan gejolak.
Kapan proses seleksi dari 82 nama menjadi 39 nama?
Itu dilakukan sebelum muktamar. Mereka dipilih oleh anggota Tanwir yang berjumlah 200 orang. Sidang Tanwir adalah pertemuan tertinggi kedua setelah muktamar. Diadakan dua sampai tiga kali dalam satu periode kepemimpinan. Salah satunya biasanya menjelang muktamar. Sidang Tanwir kemarin diadakan pada 1 dan 2 Agustus.
Sejak kapan sistem memilih 13 pimpinan dilakukan oleh Muhammadiyah?
Sistem ini sudah berlangsung dari tahun 1990. Sebelumnya, yang dipilih sembilan nama. Sistem sembilan itu berlangsung sejak KH. Ahmad Dahlan. Tepatnya pada 1912, tapi baru dilaksanakan 1925. Tahun 1912-1922 itu otomatis ketuanya KH. Ahmad Dahlan. Jadi, tidak ada pemilihan. Tahun 1922-1925 ketuanya H. Ibrahim. Saat Pak H. Ibrahim menjadi ketua itu dilakukan dengan ditunjuk langsung. Jadi, tidak ada pemilihan. Nah, tahun 1925 dan seterusnya baru pemilihan.
Sebelum tahun 1950 sistemnya pemilihan langsung. Semua warga Muhammadiyah langsung memilih. Setelah tahun 1950 pemilihan dilakukan secara perwakilan.
Di muktamar NU, keriuhan terjadi dari mulai pembahasan tata tertib. Sementara di Muhamadiyah berjalan lancar dan tidak ada gejolak. Bagaimana menyiasatinya?
Muhammadiyah tidak banyak melakukan pembahasan tata tertib, karena tidak banyak orang yang ingin melakukan perubahan terhadap hal-hal yang sudah selama ini berjalan.
Bisa diceritakan proses muktamar Muhammadiyah kemarin?
Muktamar Muhammadiyah berjalan selama lima hari. Hari pertama lebih kepada hal-hal yang sifatnya seremoni. Pembukaan oleh presiden dan berbagai pertunjukan.
Hari kedua dan ketiga laporan capaian dan prestasi dari pengurus wilayah dan pimpinan pusat. Apa yang sudah dikerjakan oleh masing-masing organisasi otonom. Pada hari ketiga sebenarnya sudah dilakukan pemilihan pimpinan, tapi belum diumumkan.
Hari keempat membahas isu-isu strategis. Ada empat komisi untuk membahas itu. Yaitu, komisi program, dakwah berjamaah berbasis komunitas, isu-isu strategis, dan darul ahdi wa syahadah atau Indonesia sebagai konsep pemahaman kenegaraan.
Dari empat komisi ini kemudian lahir beberapa rekomendasi. Rekomendasi yang dihasilkan itu, antara lain, bagaimana sikap kita terhadap minoritas, bagaimana kita harus melindungi minoritas, bagaimana konflik Sunni-Syiah itu bisa dihentikan dengan membangun dialog antarkelompok masyarakat. Jangan sampai konflik Sunni-Syiah berlanjut sehingga akan memecah belah umat Islam.
Rekomendasi lain juga terkait dengan isu buruh migran, perlindungan buruh migran, melawan perbudakan, melawan perdagangan manusia, bagaimana kita bersikap terhadap difabel, juga tentang fikih air, bagaimana agar masjid-masjid Muhammadiyah tidak membuang-buang air.
Hari kelima setengah seremoni dan juga penetapan hasil-hasil sidang itu serta dilanjutkan dengan serah terima jabatan dan penutupan.
Menurut Anda, apa yang baru dari hasil muktamar Muhammadiyah kali ini?
Banyak hal yang baru. Terutama kalau kita lihat dari sikap Muhammadiyah terhadap negara. Misalnya, dalam wujud darul ahdi wa syahadah. Ini adalah negara kesepakatan, negara perjanjian. Ini adalah tempat mengimplementasikan, memberi kesaksian dalam rangka mengimplementasikan ajaran-ajaran Islam.
Hal baru lainnya adalah membantah tuduhan bahwa Muhammadiyah itu dekat dengan Wahabi, tidak peduli dengan minoritas, tidak peduli dengan Syiah atau hanya mengurusi sekolah, rumah sakit, dan panti asuhan. Muhammadiyah sekarang mencoba menjadi gerakan yang berkemajuan. Makna berkemajuan artinya adalah kosmopolitan.
Najib Burhani
Najib Burhani
Kata kosmopolitan itu berasal dari Yunani. Artinya adalah citizen of the world. Bahwa kita ini warga dunia. Kita ini hidup di Indonesia, tapi secara peradaban dan kultural kita tidak boleh menutup diri dari pengaruh kebudayaan dunia. Kita harus berdialog, harus berpikir keluar dari lingkup Indonesia untuk memperomosikan Islam Indonesia itu ke dunia luar. Bukan sekadar menerima pengaruh asing tetapi juga berdialog, sharing tentang Indonesia kepada dunia luar.
Sudah tidak saatnya lagi kita bersifat defensif terhadap pemahaman ISIS, Wahabi, dan sebagainya. Kita perlu attack, menyerang keluar, mempromosikan Islam Indonesia ke luar.
Selama ini kita mengalami inferiority complex. Kita mengalami rasa minder ketika berhadapan dengan bangsa lain. Kita mengalami majority with minority mentality. Mayoritas tetapi dengan mental minoritas.
Karena itulah sikap-sikap tidak percaya diri dan sebagainya itu harus diatasi dengan semangat yang kosmopolitan. Semangat berkemajuan. Dan, saya kira, itulah program-program atau misi-misi baru dari Muhammadiyah. Ini bisa kita lihat, misalnya, ketika kami berbicara tentang air, buruh migran, budaya ilmu pengetahuan, tentang difabel, tentang bonus demografi. Itu, saya kira, yang menjadi isu-isu krusial yang harus dibahas oleh masyarakat.
Apa pemicu yang membuat muktamar Muhammadiyah mengarah pada isu-isu itu?
Kita menyadari bahwa globalisasi itu sudah di depan mata kita, bahkan sudah hadir di tengah-tengah kita. Kehadiran ISIS, Wahabi, pengaruh asing ini menunjukkan bahwa kita ini tidak bisa menolak lagi globalisasi.
Apa sikap kita? Apakah kita harus menutup diri mencari perlindungan di dalam lingkup Indonesia? Atau kita harus berhadapan dengan dunia luar dan kemudian membuka diri terhadap pengaruh asing, tetapi tidak kehilangan identitas dan jatidiri kita?
Nah, Muhammadiyah memilih untuk berdialog, membuka keluar tapi tidak kehilangan identitas. Globalitas itu adalah tantangan. Dan kesadaran globalisasi inilah yang kemudian melahirkan sikap Muhammadiyah yang berkemajuan.
Kami kembali ke tahun 1912 sampai 1920-an ketika Ahmad Dahlan mencanangkan Islam berkemajuan. Ini bagian dari kesadaran adanya pengaruh, adanya budaya asing, adanya kekuatan asing yang mempengaruhi jatidiri kita.
Tadi Anda katakan Islam Indonesia harus attack keluar. Apa sebenarnya makna Islam Indonesia dalam konsepsi Muhammadiyah?
Kami merumuskannya dalam tiga bentuk. Pertama, berkaitan dengan kultur atau budaya. Yang kedua, berkaitan dengan politik. Ketiga, berkaitan dengan fikih. Dalam konteks Islam Indonesia secara politik, konsepsi kami adalah Indonesia itu darul ahdi wa syahadah. Kami menerima Pancasila, menerima NKRI. Menerima Indonesia sebagai negara-bangsa adalah bagian dari yang harus diperjuangkan. Muhammadiyah berkontribusi besar terhadap kelahiran negara ini. Dan karena itu Indonesia harus dipelihara.
Dalam konteks budaya, konsepsi kami budaya kosmopolitan. Oke, kita memiliki kultur Indonesia, tapi kultur dalam masyarakat modern sebetulnya adalah kultur yang hybrid: campuran. Kita tidak bisa hanya mengacu kepada budaya Indonesia saja. Makanya di Muhammadiyah, kegiatan musik seperti drum band atau biola bukan sesuatu yang ditentang.
Dalam konteks fikih, Muhammadiyah mencanangkan fikih yang kosmopolitasn, bukan fikih yang ritual. Ini, misalnya, diwujudkan dalam fikih tentang air. Fikih kebencanaan, fikih kebhinekaan, fikih tentang difabel, fikih tentang khilafiyah. Ini adalah isu-isu kosmopolitan yang baru dibahas dalam fikih. Jadi dalam tiga hal inilah identitas Islam Nusantara itu dibentuk.
Siapa yang membawa isu-isu ini ke ke muktamar? Apakah kalangan mudanya?
Ini prosesnya lama. Ada steering comitte (SC) yang bertugas mengkonsepsikan. Tapi SC ini tidak bekerja sendiri. Mereka mengundang para akademisi dan para pakar untuk melakukan pertemuan berkali-kali dengan didampingi tim asistensi. Tim asistensi ini terdiri dari sekretaris, tim perumus yang kemudian membuat draf dari berbagai hasil pertemuan itu. Di sinilah banyak anak-anak muda yang terlibat. Ini sikap akomodatif dari pimpinan Muhammadiyah untuk memberi ruang kepada anak-anak muda untuk terlibat di dalam proses Muhammadiyah.
Bagaimana dengan regenerasi di Muhammadiyah?
Kalau kita melihat pimpinan Muhammadiyah yang sekarang itu kan banyak nama-nama baru. Paling tidak ada empat nama baru di pimpinan 13. Ada Pak Busyro Muqoddas, Pak Suyatno, Pak Anwar Abas, Muhajir Efendi yang menggantikan nama-nama yang lama. Dan dari nama yang 39 itu banyak nama-nama baru dan masih muda. Jadi, menurut saya, proses regenerasi berjalan. Tapi tentu saja tetap perlu dikawal.
Di muktamar kemarin juga ada beberapa orangtua yang mundur dari pencalonan seperti Pak Malik Fajar, Pak Din Syamsuddin, Buya Syafei Maarif, dan Pak Amin Abdullah. Mereka semua tidak bersedia dipilih lagi dan memberi kesempatan kepada generasi selanjutnya untuk maju.
Beberapa kalangan menganggap antara Haedar Nashir dan Yunahar Ilyas ada perbedaan cara pandang. Haedar sering disebut dari kalangan yang lebih liberal, semantara Yunahar dari kalangan konservatif. Tanggapan Anda?
Sebetulnya orang yang betul-betul liberal di Muhammadiyah sudah tidak ada lagi, karena mereka itu kan kemudian keluar karena merasa tidak sejalan dengan Muhammadiyah. Orang yang betul-betul konservatif juga tidak betah di Muhammadiyah. Mereka yang radikal tidak cocok lagi dengan Muhammadiyah. Jadi orang yang pikirannya ekstrem, baik ke kanan atau ke kiri, tidak ada di Muhammadiyah. Antara Pak Yunahar Ilyas dan Pak Haedar Nasir, menurut saya, lebih banyak persamaannya daripada perbedaannya.
Ini yang harus kita jaga. Ini adalah reprensentasi dari Islam Indonesia: Islam yang moderat. Jangan kemudian dibenturkan satu sama lain. Nanti yang menang adalah kelompok-kelompok Islam yang tidak suka dengan Islam Indonesia.
Saya dengar Haedar Nashir akan melakukan bersih-bersih dari orang-orang PKS yang menguasai amal usaha Muhammadiyah?
Itu sudah selesai pada 2007. Waktu itu memang ada beberapa orang yang berafiliasi dengan PKS yang mengambil alih sekolah Muhammadiyah. Tapi sudah ada keputusan dari Muhammadiyah bahwa orang politik dilarang aktif di Muhammadiyah.
Menurut Anda, bagaimana soal komposisi pengurus Muhammadiyah sekarang?
Saya kira, banyak harapan. Para pimpinannya adalah orang-orang yang mempunyai ideologi yang kuat. Mereka adalah pimpinan yang ideal, menurut saya. Ada manajer, ada ekonom seperti Pak Anwar Abas, ada pakar politik, Pak Hajrianto, ada ideolog, Pak Haedar Nashir, dan ada orang yang bergerak dalam anti-korupsi Pak Busyro Muqoddas. Jadi, saya kira, kalau berjalan lancar ini adalah komposisi yang komplit. Sangat ideal bagi Muhammadiyah.[]
http://www.madinaonline.id/khazanah/najib-burhani-muktamar-menunjukkan-muhammadiyah-berkemajuan-dan-bukan-wahabi/?utm_campaign=shareaholic&utm_medium=twitter&utm_source=socialnetwork
Posted by: Madina in Dunia Islam, Khazanah 15 hours ago 155 Views
Dibanding muktamar Nahdlatul Ulama (NU) yang penuh hiruk pikuk, muktamar Muhammadiyah tampak berjalan lancar dan tenteram. Semua agenda muktamar diselesaikan dengan baik. Proses pemilihan ketua umum juga berlangsung tanpa gejolak.
Untuk lebih jauh mengetahui bagaimana berlangsungnya muktamar Muhammadiyah dan hasil-hasil dari muktamar tersebut, redaktur Madina Online Warsa Tarsono berkesempatan mewawancarai Najib Burhani, tokoh muda Muhammadiyah yang terlibat dalam persiapan maupun pelaksanaan muktamar tersebut.
Berikut adalah petikan wawancara dengan Najib:
Dibandingkan NU, muktamar Muhammadiyah berjalan lebih lancar, apa perbedaannya?
Saya kira di NU pemilihan pimpinan itu adalah hal yang utama. Tentu saja mereka juga melakukan pembahasan program dan lain sebagainya tapi itu nomor sekian setelah pemilihan ketua umum. Dan semua proses itu adanya di muktamar.
Nah, di Muhammadiyah itu berbeda. Di Muhammadiyah pemilihan pimpinan prosesnya panjang, sudah dimulai sejak Januari. Sejak Januari sudah dimulai pengajuan nama-nama siapa yang layak menjadi pimpinan Muhammadiyah. Ada beberapa persyaratan untuk diajukan sebagai pimpinan: orang itu harus sudah menjadi anggota selama lima tahun, pernah jadi pengurus, dan diusulkan minimal oleh tiga orang pengurus Tanwir.
Di proses usulan terkumpul 200-an nama. Kemudian 200-an orang itu dikirimi formulir untuk memastikan kesediaan mereka untuk dipilih. Dari 200-an nama kemudian terjaring 82 orang, karena ada yang tidak mengembalikan formulir, meninggal sebelum pelaksanaan atau alasan lainnya. Nah, 82 nama tersebut dibawa ke sidang Tanwir.
Di siding Tanwir, 82 nama itu diseleksi lagi, dipilih oleh anggota Tanwir, dan akhirnya terseleksi menjadi 39 nama. Ke-39 nama ini yang kemudian diajukan ke muktamar untuk dipilih oleh peserta muktamar yang berjumlah 2000-an orang. Proses ini memilih 13 orang yang akan jadi pimpinan Muhammadiyah. Selanjutnya, 13 orang ini yang memilih siapa ketua umumnya. Jadi proses pemilihan pimpinan berlangsung cukup lama sehingga tidak menimbulkan gejolak.
Kapan proses seleksi dari 82 nama menjadi 39 nama?
Itu dilakukan sebelum muktamar. Mereka dipilih oleh anggota Tanwir yang berjumlah 200 orang. Sidang Tanwir adalah pertemuan tertinggi kedua setelah muktamar. Diadakan dua sampai tiga kali dalam satu periode kepemimpinan. Salah satunya biasanya menjelang muktamar. Sidang Tanwir kemarin diadakan pada 1 dan 2 Agustus.
Sejak kapan sistem memilih 13 pimpinan dilakukan oleh Muhammadiyah?
Sistem ini sudah berlangsung dari tahun 1990. Sebelumnya, yang dipilih sembilan nama. Sistem sembilan itu berlangsung sejak KH. Ahmad Dahlan. Tepatnya pada 1912, tapi baru dilaksanakan 1925. Tahun 1912-1922 itu otomatis ketuanya KH. Ahmad Dahlan. Jadi, tidak ada pemilihan. Tahun 1922-1925 ketuanya H. Ibrahim. Saat Pak H. Ibrahim menjadi ketua itu dilakukan dengan ditunjuk langsung. Jadi, tidak ada pemilihan. Nah, tahun 1925 dan seterusnya baru pemilihan.
Sebelum tahun 1950 sistemnya pemilihan langsung. Semua warga Muhammadiyah langsung memilih. Setelah tahun 1950 pemilihan dilakukan secara perwakilan.
Di muktamar NU, keriuhan terjadi dari mulai pembahasan tata tertib. Sementara di Muhamadiyah berjalan lancar dan tidak ada gejolak. Bagaimana menyiasatinya?
Muhammadiyah tidak banyak melakukan pembahasan tata tertib, karena tidak banyak orang yang ingin melakukan perubahan terhadap hal-hal yang sudah selama ini berjalan.
Bisa diceritakan proses muktamar Muhammadiyah kemarin?
Muktamar Muhammadiyah berjalan selama lima hari. Hari pertama lebih kepada hal-hal yang sifatnya seremoni. Pembukaan oleh presiden dan berbagai pertunjukan.
Hari kedua dan ketiga laporan capaian dan prestasi dari pengurus wilayah dan pimpinan pusat. Apa yang sudah dikerjakan oleh masing-masing organisasi otonom. Pada hari ketiga sebenarnya sudah dilakukan pemilihan pimpinan, tapi belum diumumkan.
Hari keempat membahas isu-isu strategis. Ada empat komisi untuk membahas itu. Yaitu, komisi program, dakwah berjamaah berbasis komunitas, isu-isu strategis, dan darul ahdi wa syahadah atau Indonesia sebagai konsep pemahaman kenegaraan.
Dari empat komisi ini kemudian lahir beberapa rekomendasi. Rekomendasi yang dihasilkan itu, antara lain, bagaimana sikap kita terhadap minoritas, bagaimana kita harus melindungi minoritas, bagaimana konflik Sunni-Syiah itu bisa dihentikan dengan membangun dialog antarkelompok masyarakat. Jangan sampai konflik Sunni-Syiah berlanjut sehingga akan memecah belah umat Islam.
Rekomendasi lain juga terkait dengan isu buruh migran, perlindungan buruh migran, melawan perbudakan, melawan perdagangan manusia, bagaimana kita bersikap terhadap difabel, juga tentang fikih air, bagaimana agar masjid-masjid Muhammadiyah tidak membuang-buang air.
Hari kelima setengah seremoni dan juga penetapan hasil-hasil sidang itu serta dilanjutkan dengan serah terima jabatan dan penutupan.
Menurut Anda, apa yang baru dari hasil muktamar Muhammadiyah kali ini?
Banyak hal yang baru. Terutama kalau kita lihat dari sikap Muhammadiyah terhadap negara. Misalnya, dalam wujud darul ahdi wa syahadah. Ini adalah negara kesepakatan, negara perjanjian. Ini adalah tempat mengimplementasikan, memberi kesaksian dalam rangka mengimplementasikan ajaran-ajaran Islam.
Hal baru lainnya adalah membantah tuduhan bahwa Muhammadiyah itu dekat dengan Wahabi, tidak peduli dengan minoritas, tidak peduli dengan Syiah atau hanya mengurusi sekolah, rumah sakit, dan panti asuhan. Muhammadiyah sekarang mencoba menjadi gerakan yang berkemajuan. Makna berkemajuan artinya adalah kosmopolitan.
Najib Burhani
Najib Burhani
Kata kosmopolitan itu berasal dari Yunani. Artinya adalah citizen of the world. Bahwa kita ini warga dunia. Kita ini hidup di Indonesia, tapi secara peradaban dan kultural kita tidak boleh menutup diri dari pengaruh kebudayaan dunia. Kita harus berdialog, harus berpikir keluar dari lingkup Indonesia untuk memperomosikan Islam Indonesia itu ke dunia luar. Bukan sekadar menerima pengaruh asing tetapi juga berdialog, sharing tentang Indonesia kepada dunia luar.
Sudah tidak saatnya lagi kita bersifat defensif terhadap pemahaman ISIS, Wahabi, dan sebagainya. Kita perlu attack, menyerang keluar, mempromosikan Islam Indonesia ke luar.
Selama ini kita mengalami inferiority complex. Kita mengalami rasa minder ketika berhadapan dengan bangsa lain. Kita mengalami majority with minority mentality. Mayoritas tetapi dengan mental minoritas.
Karena itulah sikap-sikap tidak percaya diri dan sebagainya itu harus diatasi dengan semangat yang kosmopolitan. Semangat berkemajuan. Dan, saya kira, itulah program-program atau misi-misi baru dari Muhammadiyah. Ini bisa kita lihat, misalnya, ketika kami berbicara tentang air, buruh migran, budaya ilmu pengetahuan, tentang difabel, tentang bonus demografi. Itu, saya kira, yang menjadi isu-isu krusial yang harus dibahas oleh masyarakat.
Apa pemicu yang membuat muktamar Muhammadiyah mengarah pada isu-isu itu?
Kita menyadari bahwa globalisasi itu sudah di depan mata kita, bahkan sudah hadir di tengah-tengah kita. Kehadiran ISIS, Wahabi, pengaruh asing ini menunjukkan bahwa kita ini tidak bisa menolak lagi globalisasi.
Apa sikap kita? Apakah kita harus menutup diri mencari perlindungan di dalam lingkup Indonesia? Atau kita harus berhadapan dengan dunia luar dan kemudian membuka diri terhadap pengaruh asing, tetapi tidak kehilangan identitas dan jatidiri kita?
Nah, Muhammadiyah memilih untuk berdialog, membuka keluar tapi tidak kehilangan identitas. Globalitas itu adalah tantangan. Dan kesadaran globalisasi inilah yang kemudian melahirkan sikap Muhammadiyah yang berkemajuan.
Kami kembali ke tahun 1912 sampai 1920-an ketika Ahmad Dahlan mencanangkan Islam berkemajuan. Ini bagian dari kesadaran adanya pengaruh, adanya budaya asing, adanya kekuatan asing yang mempengaruhi jatidiri kita.
Tadi Anda katakan Islam Indonesia harus attack keluar. Apa sebenarnya makna Islam Indonesia dalam konsepsi Muhammadiyah?
Kami merumuskannya dalam tiga bentuk. Pertama, berkaitan dengan kultur atau budaya. Yang kedua, berkaitan dengan politik. Ketiga, berkaitan dengan fikih. Dalam konteks Islam Indonesia secara politik, konsepsi kami adalah Indonesia itu darul ahdi wa syahadah. Kami menerima Pancasila, menerima NKRI. Menerima Indonesia sebagai negara-bangsa adalah bagian dari yang harus diperjuangkan. Muhammadiyah berkontribusi besar terhadap kelahiran negara ini. Dan karena itu Indonesia harus dipelihara.
Dalam konteks budaya, konsepsi kami budaya kosmopolitan. Oke, kita memiliki kultur Indonesia, tapi kultur dalam masyarakat modern sebetulnya adalah kultur yang hybrid: campuran. Kita tidak bisa hanya mengacu kepada budaya Indonesia saja. Makanya di Muhammadiyah, kegiatan musik seperti drum band atau biola bukan sesuatu yang ditentang.
Dalam konteks fikih, Muhammadiyah mencanangkan fikih yang kosmopolitasn, bukan fikih yang ritual. Ini, misalnya, diwujudkan dalam fikih tentang air. Fikih kebencanaan, fikih kebhinekaan, fikih tentang difabel, fikih tentang khilafiyah. Ini adalah isu-isu kosmopolitan yang baru dibahas dalam fikih. Jadi dalam tiga hal inilah identitas Islam Nusantara itu dibentuk.
Siapa yang membawa isu-isu ini ke ke muktamar? Apakah kalangan mudanya?
Ini prosesnya lama. Ada steering comitte (SC) yang bertugas mengkonsepsikan. Tapi SC ini tidak bekerja sendiri. Mereka mengundang para akademisi dan para pakar untuk melakukan pertemuan berkali-kali dengan didampingi tim asistensi. Tim asistensi ini terdiri dari sekretaris, tim perumus yang kemudian membuat draf dari berbagai hasil pertemuan itu. Di sinilah banyak anak-anak muda yang terlibat. Ini sikap akomodatif dari pimpinan Muhammadiyah untuk memberi ruang kepada anak-anak muda untuk terlibat di dalam proses Muhammadiyah.
Bagaimana dengan regenerasi di Muhammadiyah?
Kalau kita melihat pimpinan Muhammadiyah yang sekarang itu kan banyak nama-nama baru. Paling tidak ada empat nama baru di pimpinan 13. Ada Pak Busyro Muqoddas, Pak Suyatno, Pak Anwar Abas, Muhajir Efendi yang menggantikan nama-nama yang lama. Dan dari nama yang 39 itu banyak nama-nama baru dan masih muda. Jadi, menurut saya, proses regenerasi berjalan. Tapi tentu saja tetap perlu dikawal.
Di muktamar kemarin juga ada beberapa orangtua yang mundur dari pencalonan seperti Pak Malik Fajar, Pak Din Syamsuddin, Buya Syafei Maarif, dan Pak Amin Abdullah. Mereka semua tidak bersedia dipilih lagi dan memberi kesempatan kepada generasi selanjutnya untuk maju.
Beberapa kalangan menganggap antara Haedar Nashir dan Yunahar Ilyas ada perbedaan cara pandang. Haedar sering disebut dari kalangan yang lebih liberal, semantara Yunahar dari kalangan konservatif. Tanggapan Anda?
Sebetulnya orang yang betul-betul liberal di Muhammadiyah sudah tidak ada lagi, karena mereka itu kan kemudian keluar karena merasa tidak sejalan dengan Muhammadiyah. Orang yang betul-betul konservatif juga tidak betah di Muhammadiyah. Mereka yang radikal tidak cocok lagi dengan Muhammadiyah. Jadi orang yang pikirannya ekstrem, baik ke kanan atau ke kiri, tidak ada di Muhammadiyah. Antara Pak Yunahar Ilyas dan Pak Haedar Nasir, menurut saya, lebih banyak persamaannya daripada perbedaannya.
Ini yang harus kita jaga. Ini adalah reprensentasi dari Islam Indonesia: Islam yang moderat. Jangan kemudian dibenturkan satu sama lain. Nanti yang menang adalah kelompok-kelompok Islam yang tidak suka dengan Islam Indonesia.
Saya dengar Haedar Nashir akan melakukan bersih-bersih dari orang-orang PKS yang menguasai amal usaha Muhammadiyah?
Itu sudah selesai pada 2007. Waktu itu memang ada beberapa orang yang berafiliasi dengan PKS yang mengambil alih sekolah Muhammadiyah. Tapi sudah ada keputusan dari Muhammadiyah bahwa orang politik dilarang aktif di Muhammadiyah.
Menurut Anda, bagaimana soal komposisi pengurus Muhammadiyah sekarang?
Saya kira, banyak harapan. Para pimpinannya adalah orang-orang yang mempunyai ideologi yang kuat. Mereka adalah pimpinan yang ideal, menurut saya. Ada manajer, ada ekonom seperti Pak Anwar Abas, ada pakar politik, Pak Hajrianto, ada ideolog, Pak Haedar Nashir, dan ada orang yang bergerak dalam anti-korupsi Pak Busyro Muqoddas. Jadi, saya kira, kalau berjalan lancar ini adalah komposisi yang komplit. Sangat ideal bagi Muhammadiyah.[]
http://www.madinaonline.id/khazanah/najib-burhani-muktamar-menunjukkan-muhammadiyah-berkemajuan-dan-bukan-wahabi/?utm_campaign=shareaholic&utm_medium=twitter&utm_source=socialnetwork
Komentar
Posting Komentar