Seminar Internasional: Globalisasi dan Pengaruh Karya Besar Muhammadiyah dalam Pemikiran Keislaman di Asia Tenggara
Siaran Pers
Seminar Internasional
“Globalisasi dan Pengaruh Karya Besar Muhammadiyah dalam Pemikiran Keislaman di Asia Tenggara”
Kerjasama Majelis Pustaka dan Informasi PP Muhammadiyah dan IMM Cabang Ciputat
Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah
Jakarta, 2 Desember 2015. Meski Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia, namun dalam hal pemikiran keislaman, selama ini Indonesia lebih banyak menjadi konsumen daripada produsen. Pengaruh Arabisasi, Iranisasi, dan Indianisasi begitu nyata dalam kehidupan dan pemikiran masyarakat Muslim di Indonesia.
Mengapa ini terjadi? Dan bagaimana umat Islam bisa memberi pengaruh dan kontribusi yang berarti dalam dunia Islam dan peradaban umat manusia secara umum? Apakah tidak ada sama sekali intelektual Indonesia yang memiliki pengaruh kuat di dunia atau paling tidak Asia Tenggara? Inilah alasan mengapa penyelenggaraan Seminar Internasional dalam rangka Pembukaan Darul Arqam Madya (DAM) mengambil tema “Globalisasi dan Pengaruh Karya Besar Muhammadiyah dalam Pemikiran Keislaman di Asia Tenggara”. Seminar ini diselenggarakan atas kerjasama antara Majelis Pustaka dan Informasi PP Muhammadiyah dan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Cabang Ciputat.
Dalam seminar internasional yang dihelat Rabu (2/12) ini, hadir sebagai narasumber, di antaranya: pembicara pertama, Dr. Ermin Sinanovic, Direktur Riset dan Program Akademik dari IIIT (International Institute of Islamic Thought) dan juga Direktur dari The Fairfax Institute yang keduanya berlokasi di Virginia, Amerika Serikat. Pembicara kedua adalah Dr. Norbani Ismail, Malaysia Chair of Islam in Southeast Asia di Georgetown University, Washington D.C. Pembicara ketiga adalah Hajriyanto Y. Thohari, MA dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Pembicara keempat Dr. Saleh Partaonan Daulay, Ketua Komisi VIII DPR RI.
Dr. Sinanovic akan berbicara tentang “Localizing Islam in a Globalizing World: Arabization and Indigenization in Indonesia and Bosnia-Herzegovina” (Melokalkan Islam di dunia yang mengglobal: Arabisasi dan indigenisasi di Indonesia dan Bosnia-Herzegovina). Sementara Dr. Ismail akan berbicara tentang “Adopting Modernism and Negotiating Tradition in Indonesia: Hamka’s Interpretation of Women Issues in Tafsīr al-Azhar” (Mengadopsi modernisme dan menegosiasikan tradisi di Indonesia: Penafsiran Hamka terhadap isu-isu perempuan dalam Tafsir al-Azhar). Hajriyanto Thohari akan berbicara tentang Islam berkemajuan dan internasionalisasi gerakan Muhammadiyah di abad ke-21.
Dalam pernyataanya Dr Sinanovic menyebutkan bahwa “ Islam Indonesia itu masih belum banyak diketahui oleh umat Islam di dunia lain, kecuali sekadar fakta bahwa Indonesia merupakan negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia. Karena itulah umat Islam Indonesia harus mampu mencerikan dirinya kepada dunia luar –melalui tulisan, penerbitan, penyelenggaan konferensi dan program internasional, film-film, dokumenter, dan sebagainya. Ini tentu saja memerlukan kemampuan Bahasa asing, terutama Bahasa Inggris. Orang Islam di negara lain perlu belajar sejarah umat Islam di Indonesia, keragaman Islam, sejarah Muhammadiyah dan NU, perjuangan dan karya-karya mereka baik di zaman kolonila maupun di era kontemporer. Pendeknya, umat Islam di Indonesia perlu meningkatkan produksi budayanya dan itu harus dalam bentuk world-class quality”.
Berkaitan dengan Muhammadiyah, Dr Sinanovic menyebutkan bahwa “organisasi semisal Muhammadiyah inilah yang sangat dibutuhkan sekarang, terutama dalam kaitannya dengan globalisasi. Karena itu Muhammadiyah perlu mempertahan dinamisme yang menjadi karakter organisasi ini ketika dulu berdiri dan menemukan dirinya lagi dalam menghadapi berbagai tantangan baru. Muhammmadiyah harus mampu menjawab pertanyaan ini: how can it contribute to the global discussions on Islam and make its mark on the global scene? (bagaimana Muhammadiyah bisa berkontribusi dalam diskusi glogal tentang Islam dan membuat kontribusinya terlihat nyata di arena global)”
Dalam kaitannya dengan percaturan dunia global, karya-karya HAMKA adalah contoh karya besar Indonesia yang telah memberikan pengaruh secara global, paling tidak di Asia Tenggara. Pengaruh Buya Hamka diantaranya bisa dilihat dari penggunaan Tafsir Al-Azhar di Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Thailand. Malaysia dan Singapura bahkan memiliki edisi khusus dan penerbitkan sendiri karya tersebut.Selain penerbitan karya Hamka di luar Indonesia, kajian terhadap karya tersebut telah dilakukan oleh banyak sarjana, baik di dalam maupun di luar negeri. Diantara mereka yang mengkaji adalah Mun’im Sirry dari Notre Dame University, Khoiruddin Aljunied dari National University of Singapore (NUS), Yunan Yusuf dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan Norbani Ismail dari Georgetown University.
Menurut Dr. Ismail, “Tafsir Al-Azhar merupakan tafsir pertama yang ditulis secara komprehensif dalam Bahasa Indonesia/Malay. Dan karya itu memberikan respons terhadap berbagai persoalan yang dihadapi oleh masyarakat Muslims yang berbahasa Indonesia/Malay.” Dr. Ismail bahkan menegaskan bahwa karya ini masih sangat relevan hingga sekarang ini. “Sayangnya, tafsir ini tidak memiliki terjemahan dalam Bahasa lain. Padahal nilainya sejajar dengan tafsir-tafsir lain yang beredar di dunia Islam”.
Prof. Dadang Kahmad, Ketua PP Muhammadiyah yang membidangi Majelis Pustaka dan Informasi mengutarakan, para penerus Muhammadiyah dewasa ini perlu untuk lebih banyak mengapresiasi berbagai warisan intelektual yang telah dilahirkan para pendahulunya. Adanya seminar internasional ini salah satunya adalah upaya nyata untuk mengapresiasi dan merefleksikan kembali karya-karya intelektual yang pernah ditorehkan oleh para tokoh yang lahir dari rahim Muhammadiyah, dalam hal ini adalah sosok Buya Hamka dengan berbagai pemikiran dalam karya-karyanya dalam konteks tantangan dan problem kekinian. Tidak hanya itu, diharapkan, melalui Majelis Pustaka dan Informasi PP Muhammadiyah, ke depan Muhammadiyah generasi saat ini dapat mereproduksi sekaligus menyebarkan pemikiran-pemikiran briliant para pendahulunya tersebut ke kancah internasional sehingga keberadaannya dapat berpengaruh dan berkontribusi luas di kalangan masyarakat dunia.
Sejalan dengan pandangan di atas, Hajriyanto Y. Thohari, salah satu Ketua PP. Muhammadiyah yang menjadi pembicara pada seminar ini, menyatakan, "Muhammadiyah sebagai sebuah gerakan, dengan berbagai gagasan pemikiran, paham keagamaan, dan aksi sosial yang dilahirkan selama 1 abad ini, layak menjadi tawarankepada dunia, sebagai model keberislamanterutama bagidunia Islamdi Timur Tengah yang sedang centang-perenang diliputiberbagai konflik sosial-keagamaan, politik, dan ekonomi yang tak kunjung habisnya".
"Oleh karenanya upaya untuk melakukan internasionalisasi dan globalisasi model gerakan Muhammadiyah menjadi semakin relevan dalam rangka menghadirkan Islam yang lebih kompatibel dengan konteks berbagai tantangan dan problem kontemporer dewasa ini," lanjut Hajriyanto.
Sementara itu Ahmad Najib Burhani, sebagai wakil ketua Majelis Pustaka dan Informasi PP Muhammadiyah, menyebutkan bahwa “Karya-karya Hamka itu adalah contoh bagaimana intelektual dan ulama Indonesia itu bisa berbicara dan berpengaruh di dunia Internasional. Hamka adalah model bagi Muhammadiyah dalam upaya internasionalisasi. Jika dahulu bisa, maka tentu saat inipun mestinya lebih bisa. Apalagi sekarang ini kendala Bahasa sudah bisa diatasi oleh banyak intelektual dan ulama Muhammadiyah. Inilah yang membuat kita mengadakan Seminar Internasional tentang globalisasi dengan mengaitkannya pada pengaruh karya-karya Buya Hamka”.
Demikian siaran pers ini kami sampaikan, atas kerjasama teman-teman media, kami sampaikan terima kasih banyak.
Salam hormat,
Ahmad Najib Burhani, Ph.D.
Wakil Ketua Majelis Pustaka dan Informasi
Pimpinan Pusat Muhammadiyah
Kontak person:
Ahmad Najib Burhani (085771489344)
M. Abdullah Darraz (0818864589)
Masruri (081380409339)
Komentar
Posting Komentar