Kitab Kuning dan Kitab Suci: Pengaruh Al-Jabiri terhadap Pemikiran Keagamaan di NU dan Muhammadiyah

 Jurnal Masyarakat Indonesia, Vol 41 No. 1, Juni 2015

Ahmad Najib Burhani
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
Email: najib27@yahoo.com


Abstract
This article aims to answer the following questions: First, why did the study of al-Jabiri’s ideas so fertile in NU (Nahdlatul Ulama), especially among the post-traditionalist group, while in Muhammadiyah, including the progressive group, this did not receive a similar response? Second, how did the post-traditionalist group of NU read and interpret al-Jabiri’s ideas and implement them in the context of the organization (NU), in particular, and Indonesia, in general. This article shows that: 1) the difference between NU and Muhammadiyah in their treatment and appreaciation to al-Jabiri mostly stems from the religious tradition in these two organizations. NU’s tradition is strongly influenced by kitab kuning, while Muhammadiyah’s tradition is strongly influenced by kitab suci (holy book). 2) The study of a-Jabiri’s ideas encourages critical thought and discourse within NU, particularly when these ideas were used as a tool to read established doctrines, e.g. the sunni doctrine, and to read the involvement of NU in the 1965 massacre.

Keywords: post-tradisionalism, modernism, ‘aṣāla (authenticity), ‘ar al-tadwīn (era of codification), turāth (heritage), tradition, nahḍa (renaissance).

Abstrak
Tulisan ini ingin menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut ini: Pertama, mengapa kajian tentang pemikiran al-Jabiri begitu subur di lingkungan NU (Nahdlatul Ulama), terutama kelompok post-tradisionalis, sementara di lingkungan Muhammadiyah, termasuk kelompok progresifnya, kajian al-Jabiri tidak mendapat respon serupa? Kedua, bagaimana kelompok post-tradisionalis NU membaca pemikiran al-Jabiri dan menerjemahkannya dalam konteks ke-NU-an dan ke-Indonesiaan? Tulisan ini ingin menunjukkan bahwa: 1) Perbedaan sikap antara NU dan Muhammadiyah dalam mengapresiasi pemikiran al-Jabiri terutama disebabkan karena tradisi keberagamaan yang berkembang di NU banyak dibentuk oleh Kitab Kuning, sementara di Muhammadiyah, Kitab Suci lebih dominan dalam membentuk tradisinya. 2) Kajian tentang al-Jabiri telah melahirkan nalar kritis di NU terutama katika mereka membaca doktrin dan wacana yang selama ini telah mapan seperti Aswaja dan keterlibatan NU dalam peristiwa 1965.

Kata kunci: post-tradisionalisme, modernism, ‘aṣāla (otentisitas), ‘ar al-tadwīn (era kodifikasi), turāth (heritage), tradisi, nahḍa (renaisans).

Komentar

Visitor

Online

Related Post