Agama Jadi Topeng dan Kemasan Konflik
SuaraMuhammadiyah.com, 9 Januari 2016
Dr Ahmad Najib Burhani, PhD, Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) berpandangan bahwa konflik keagamaan di Indonesia belum selesai karena kadang kala belum adanya political will. Atau belum ada sebuah kemauan keras yang dimiliki pemerintah untuk menyelesaikannya. “Beberapa pemimpin daerah mencoba untuk menggunakan konflik agama dalam memenangkan diri mereka dalam ajang Pilkada,“ katanya.
Mereka menggunakan perbedaan agama yang ada dalam masyarakat itu untuk meraih dukungan dari kelompok mayoritas. Misalnya yang terjadi di Kuningan, Depok, Sampang. Ada calon bupati mencoba menggunakan isu Syi’ah dengan menentang Syi’ah untuk mendapatkan dukungan dari mayoritas masyarakat Muslim di Madura dengan menunjukkan kepada masyarakat bahwa ia akan berpihak kepada kelompok mayoritas yang ada di sana dan mengusir Syi’ah dari Sampang.
Jadi, menurut Najib, konflik di beberapa tempat itu sengaja digunakan untuk mencari dukungan dari kelompok tertentu, yang kelihatannya bisa memenangkan orang tersebut ketika maju menjadi kepala daerah. Sebenarnya, pemerintah jika memiliki kemauan keras untuk menyelesaikannya, jelas mampu menyelesaikan itu.
Kasus Sambas, Poso, Ambon dan kasus-kasus yang lebih besar dari kasus-kasus kecil yang sekarang banyak kita temui bisa diselesaikan oleh Pemerintah. Kenapa yang kecil tidak? Karena konflik yang sekarang ada di daerah-daerah kadangkala dimanfaatkan. Itu yang tadi saya katakan bahwa political will yang dimiliki pemerintah untuk menyelesaikan permasalahan ini menjadi hilang.
Najib mengajak kita untuk juga melihat bahwa konflik agama yang terjadi di Indonesia adalah hasil dari pengaruh dari konflik Timur Tengah, yang disebut dengan Proxy War. Bahwa yang berkonflik adalah wilayah di Timur Tengah, seperti Sunni dan Syi’ah, Iran dan Saudi Arabia, tetapi di sana tidak pernah muncul pertarungan fisik secara langsung atau saling menyerang antara mereka. Tetapi itu diproyeksikan kepada daerah lain yang menjadi pendukung-pendukungnya. Seperti di Yaman dan Indonesia. Orang-orang Wahabi dan Syi’ah sama-sama mencari dukungan, dan sama-sama mengirimkan dana ke beberapa negara lain yang kemudian orang-orang yang ada di suatu daerah itu berada di satu pihak dengan mereka. Mereka yang mendapat kiriman dana inilah yang kemudian membesar-besarkan konflik antar paham agama ini.
___________________
Dr Ahmad Najib Burhani, PhD, Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
http://suaramuhammadiyah.com/editorial/sajian-utama/2016/01/09/agama-jadi-topeng-dan-kemasan-konflik/
Dr Ahmad Najib Burhani, PhD, Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) berpandangan bahwa konflik keagamaan di Indonesia belum selesai karena kadang kala belum adanya political will. Atau belum ada sebuah kemauan keras yang dimiliki pemerintah untuk menyelesaikannya. “Beberapa pemimpin daerah mencoba untuk menggunakan konflik agama dalam memenangkan diri mereka dalam ajang Pilkada,“ katanya.
Mereka menggunakan perbedaan agama yang ada dalam masyarakat itu untuk meraih dukungan dari kelompok mayoritas. Misalnya yang terjadi di Kuningan, Depok, Sampang. Ada calon bupati mencoba menggunakan isu Syi’ah dengan menentang Syi’ah untuk mendapatkan dukungan dari mayoritas masyarakat Muslim di Madura dengan menunjukkan kepada masyarakat bahwa ia akan berpihak kepada kelompok mayoritas yang ada di sana dan mengusir Syi’ah dari Sampang.
Jadi, menurut Najib, konflik di beberapa tempat itu sengaja digunakan untuk mencari dukungan dari kelompok tertentu, yang kelihatannya bisa memenangkan orang tersebut ketika maju menjadi kepala daerah. Sebenarnya, pemerintah jika memiliki kemauan keras untuk menyelesaikannya, jelas mampu menyelesaikan itu.
Kasus Sambas, Poso, Ambon dan kasus-kasus yang lebih besar dari kasus-kasus kecil yang sekarang banyak kita temui bisa diselesaikan oleh Pemerintah. Kenapa yang kecil tidak? Karena konflik yang sekarang ada di daerah-daerah kadangkala dimanfaatkan. Itu yang tadi saya katakan bahwa political will yang dimiliki pemerintah untuk menyelesaikan permasalahan ini menjadi hilang.
Najib mengajak kita untuk juga melihat bahwa konflik agama yang terjadi di Indonesia adalah hasil dari pengaruh dari konflik Timur Tengah, yang disebut dengan Proxy War. Bahwa yang berkonflik adalah wilayah di Timur Tengah, seperti Sunni dan Syi’ah, Iran dan Saudi Arabia, tetapi di sana tidak pernah muncul pertarungan fisik secara langsung atau saling menyerang antara mereka. Tetapi itu diproyeksikan kepada daerah lain yang menjadi pendukung-pendukungnya. Seperti di Yaman dan Indonesia. Orang-orang Wahabi dan Syi’ah sama-sama mencari dukungan, dan sama-sama mengirimkan dana ke beberapa negara lain yang kemudian orang-orang yang ada di suatu daerah itu berada di satu pihak dengan mereka. Mereka yang mendapat kiriman dana inilah yang kemudian membesar-besarkan konflik antar paham agama ini.
___________________
Dr Ahmad Najib Burhani, PhD, Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
http://suaramuhammadiyah.com/editorial/sajian-utama/2016/01/09/agama-jadi-topeng-dan-kemasan-konflik/
Komentar
Posting Komentar