3 Tokoh Muhammadiyah Jatim yang Diabadikan sebagai Nama Rumah Sakit Pemerintah

 Penulis Redaksi - Maret 24, 2016
KH Mas Mansur (x) di depan Poliklinik Muhammadiyah Surabaya di Jl Karang Tembok. Salah satu karya nyata Muhammadiyah dalam bidang Kesehatan. (foto: repro pwm jatim)
PWMU.CO – Muhammadiyah sejak kelahirannya dikenal sebagai gerakan yang konsen pada dunia pendidikan dan kesehatan. Bahkan pendiri Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan, sudah mulai mendirikan sekolah setahun sebelum mendeklarasikan Muhammadiyah itu sendiri. Barulah setelah itu, berbagai sekolah milik Persyarikatan dengan modernisasi metode dan sarana pembelajaran tersebar ke seantero Nusantara.

Pada saat bersamaan dengan menjamurnya amal usaha bidang pendidikan, Muhammadiyah juga mengembangkan amal usaha di bidang kesehatan. Bersinergi dengan berbagai kalangan, poliklinik kesehatan –yang kemudian berkembang menjadi rumah sakit–, juga mulai berdiri-berderetan di bumi Indonesia. Di Jatim sendiri, hingga November 2015, tercatat amal usaha Muhammadiyah bidang Kesehatan sebanyak 72 buah, 29 di antaranya berbentuk rumah sakit, 43 buah Poliklinik, serta Balai Pengobatan (BP), Rumah Bersalin (RB), dan Balai Kesehatan Ibu dan Anak (BKIA).

Khusus bidang kesehatan, selain melahirkan AUMKes yang seabreg, sudah tentu melahirkan tokoh-tokoh penting di baliknya. Tanpa memperdebatkan apakah tokoh melahirkan sejarah atau sejarah yang melahirkan tokoh, yang jelas ada tokoh-tokoh penting dalam setiap peristiwa penting. Ketokohan para pejuang kesehatan Muhammadiyah ini tidak hanya diakui secara internal, tapi juga diakui secara nasional maupun regional. Tidak heran jika nama-nama mereka juga diabadikan sebagai nama rumah sakit milik negara.

Berikut adalah 3 tokoh Muhammadiyah Jatim yang namanya diabadikan sebagai nama rumah sakit umum negara.


http://www.pwmu.co/2500/2016/03/3-tokoh-muhammadiyah-jatim-yang-diabadikan-sebagai-nama-rumah-sakit-pemerintah.html

1. RSUD Dr Soetomo Surabaya

Salah satu bangunan RSUD dr Soetomo Surabaya (foto: rsudrsoetomo.jatimprov)
Tidak banyak orang tahu bahwa dr Soetomo yang dijadikan nama Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Provinsi Jawa Timur di Surabaya itu adalah seorang tokoh Muhammadiyah. Memang dia dikenal sebagai salah satu pendiri Boedi Oetomo, tapi pada saat bersamaan juga tokoh penting Muhammadiyah. Tidak hanya sebagai Penasehat Pimpinan Pusat Muhammadiyah dalam bidang kesehatan, tapi juga penanggung jawab poliklinik Muhammadiyah Surabaya. Poliklinik yang digawangi itulah yang hari ini menjadi Rumah Sakit KH Mas Mansyur Surabaya, Jl. KH Mas Mansyur.

Di Surabaya, dr Soetomo banyak terlibat dalam kegiatan-kegiatan Muhammadiyah. Termasuk bertukar pikiran dengan KH Mas Mansur –di kemudian hari menjadi Ketua (Umum) PP Muhammadiyah, meski dalam beberapa masalah memang terdapat ketidakcocokan pemikiran. Bersama koleganya, Soetomo mengelola Poliklinik Muhammadiyah yang saat pertama kali dibuka menempati Jl Sidodadi rumah nomor 57, yang tentu saja tanpa digaji.

Bukan hanya bertanggung jawab untuk mengelola poliklinik, bahkan dr Soetomo juga diberi tanggung jawab untuk memperkenalkan organisasi Muhammadiyah kepada khalayak saat acara pembukaan. Padahal acara pembukaan pada tanggal 14 September 1924 itu juga dihadiri langsung oleh perwakilan Pengurus Besar (sekarang Pimpinan Pusat) Muhammadiyah, Hadji Soedja’ dan Hadji Hadikoesoemo. “Njonjah-njonjah dan Toewan-toewan. Atas nama perserikatan kita jang namanja Moehammadijah, ja’ni oentoek memperingati Nabi kita, Nabi Moehammad s.a.w, kami mengoetjapkan selamat datang dan terima kasih oentoek perhatian toewan-toewan, jang tampak pada hari ini,” pidato Soetomo saat pembukaan.

“…haraplah kami hendak menerangkan perserikatan kami pada toewan-toewan. Perserikatan kami ini, sebagai djoega perserikatan lainnja jang memang matjam Djawa jang bertabi’at (bersifat) mendjadikan dan memperbaiki lahirnja ditanah Vorstenlanden…Meskipoen perserikatan kami itoe kelihatannja dan woedjoednja ada berlainan dengan persarikatan yang lainnja jang timboel didoenia pada waktoe jang koerang lebih bersama-sama. Ja’ni persarikatan kami ini ada bersifat Islam. Tetapi pada hakikatnja Persyarikatan kami itoe tiada lain hanja satoe dari beberapa pertoendjok lahirnja pikiran baroe. Jang menggetarkan bahagian antero doenia jang berfikir,” jelas dr Soetomo menjelaskan singkat tentang Muhammadiyah.

Atas peran Soetomo bersama 16 koleganya sesama dokter serta Muhammadiyah Surabaya dalam membangun poliklinik Muhammadiyah, maka sidang Pengurus Besar Muhammadiyah Yogyakarta memutuskan mengangkat Soetomo menjadi Medisch Adviseur Muhammadiyah bidang kesehatan. Salah satu kerja yang menjadi bagian dari Penolong Kesangsaraan Oemoem (PKO).


http://www.pwmu.co/2500/2016/03/3-tokoh-muhammadiyah-jatim-yang-diabadikan-sebagai-nama-rumah-sakit-pemerintah.html/2

2. RSUD dr Soewandhie Surabaya

Salah satu bangunan RSUD dr Soewandhie Surabaya (foto: rs-soewandhi.surabaya)
Pada November 1945, saat Belanda membonceng sekutu ingin kembali menjajah Indonesia, Surabaya menjadi lautan darah. Selama sebulan, terjadi pertempuran face to face antara Sekutu dan rakyat Surabaya. Ribuan orang gugur dalam pertempuran yang diabadikan sebagai Hari Pahlawan itu, serta tidak terhitung berapa korban yang terluka. Keahlian kedokteran Indonesia yang masih minim, membuat tidak banyak orang yang tampil sebagai sosok menonjol. Salah satunya adalah dr Moehammad Soewandhie.

Peran Soewandhie bisa dikata cukup dominan dalam memberi penanganan kesehatan korban perang karena posisinya sebagai koordinator Kesehatan Urusan Perang di Korp Palang Merah. Selain merawat dan menguburkan jenazah korban perang, seksi ini bersama masyarakat juga membuat dapur umum untuk mendukung kelancaran perjuangan kemerdekaan. Selain itu, pascapertempuran 10 November 1945, Soewandhie memimpin ‘pembookingan’ jawatan kereta api untuk mengungsikan pasien ke luar kota.

Saat itulah hampir tidak ada waktu baginya untuk istirahat sejenak sekalipun. Siang dan malam dihabiskan untuk menggordinir petugas medis menggotong korban ke stasiun Gubeng, untuk diberangkatkan ke rumah sakit luar Surabaya. Tidak hanya itu, seksi yang dipimpinnya juga melakukan pengungsian massal dengan alat transportasi apapun: mobil, dokar, hingga cikar. Tak ketinggalan, diapun ‘terpaksa’ ikut mengungsi serta mendirikan beberapa rumah sakit darurat di pengungsian.

Salah satu putra Muhammadiyah ini lebih banyak dikenal kiprahnya di dunia kesehatan. Padahal jauh sebelumnya, Soewandhie adalah tokoh pergerakan nasional yang gigih. Dia juga sempat tercatat sebagai anggota perkumpulan pemuda yang dianggap cikal bakal gerakan nasionalisme Indonesia yaitu Jong Java.

Suami dari Iniek Ismari yang dinikahinya di Kediri pada 28 Mei 1929 ini, selalu berada pada lintasan sejarah kebangsaan. Dari zaman penjajahan Belanda hingga Jepang, kiprahnya terus konsisten memperjuangkan kemerdekaan. Bahkan, ketika masa Jepang, Soewandhie bersama beberapa tokoh surabaya kala itu seperri Roeslan Abdulgani, Dul Arnowo, dan Sungkono selalu berkumpul untuk mengatur strategi menyongsong kemerdekaan 17 Agustus 1945. Rumahnya di jalan Anjasmoro 20 Surabaya merupakan tempat berkumpulnya tokoh-tokoh tersebut sebagai tempat rapat rahasia.

Sebagai tokoh yang berpandangan modern, Soewandhie akhirnya memilih bergabung dengan Muhammadiyah. Sebagai generasi Islam dia merasa perlu memiliki perkumpulan Islam. Disamping itu, Muhammadiyah seakan membuatnya nyaman karena dekat dengan amal-amal shaleh kepada sesama. Salah satu kecocokannya di Muhammadiyah kemudian semakin menjadikan dia sebagai tokoh pelopor kesehatan kala itu.

Di Muhammadiyah dia seperti mendapatkan ruang. Dia terlibat menjadi pengasuh balai kesehatan di Kampementstraat (Jl. KH Mas Masur) mulai tahun 1926. Bahkan, dalam periode kepemimpinan Muhammadiyah Surabaya 1962-1964, dirinya sempat dipercaya sebagai Ketua PD Muhammadiyah. Karena dia kemudian terpilih sebagai ketua Muhammadiyah cabang Surabaya Tengah (satu tingkat di bawah PD), dia memilih sebagai Ketua Cabang tersebut. Sementara untuk ketua PDM Kota Surabaya dijabat HM. Anwar Zain.

Pilihannya menjadi dokter ternyata menjadi panutan di dunia kedokteran, terutama pengabdiannya pada rakyat. Untuk mengenang jasanya sebagai seorang Dokter yang sekaligus seorang pejuang, pemerintah Kota Surabaya mengabadikan namanya sebagai nama Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) di kawasan Tambakrejo.  Sosok yang wafat 16 Maret 1987, juga berperan dalam dunia olah raga di Surabaya: salah satu pendiri Surabayase Inlandsche Voetbalbond (SIVB) yang kini berubah menjadi Persebaya.


http://www.pwmu.co/2500/2016/03/3-tokoh-muhammadiyah-jatim-yang-diabadikan-sebagai-nama-rumah-sakit-pemerintah.html/3

3. RSUD dr Koesnadi Bondowoso


Salah satu bangunan RSUD dr Koesnadi Bondowoso (foto: portalkbr)

RSUD Pemerintah Kabupaten Bondowoso ini terletak di Jl. Kapten Pieree Tendean Nomor 3. Meski daerah ini dikenal bukan basis Muhammadiyah, tapi di tempat ini lahir tokoh besar Muhammadiyah. Yaitu Koesnadi, yang memang lebih banyak beraktivitas di Surabaya dan Jakarta. Lahir di Bondowoso, dia menempa diri saat muda di Surabaya dengan aktif di Hizbul Wathan (HW), Kepanduan milik Muhammadiyah.

Melanjutkan perkuliahan kedokteran di Jakarta, lantas dia banyak banyak berkecimpung dalam kegiatan Muhammadiyah. Dengan keahliannya sebagai pakar kesehatan, dalam setiap kepemimpinan PP Muhammadiyah dia selalu diamanahi sebagai Wakil Ketua (sekarang Ketua) yang membidangi Kesehatan. Namanya berkibar secara nasional sejak tahun 1962, sehingga dalam muktamar setengah abad itu dia terpilih sebagai anggota PP Muhammadiyah.

Dalam 6 muktamar kemudian, dia terus terpilih sebagai anggota PP. Mulai muktamar 1965 di Bandung, 1968 di Yogyakarta, 1971 di Ujung Pandan (Makassar), 1975 di Padang, 1978 di Surabaya, hingga yang terakhir pada muktamar 1985 di Surakarta. 11 bulan sebelum pelaksanaan muktamar ke-42 di Yogyakarta, 15-19 Desember 1990, Allah swt memanggilnya terlebih dahulu pada 24 Januari pada tahun yang sama. Pikiran-pikiran segar Koesnadi dalam menyelaraskan Islam dengan perkembangan kesehatan juga dijadikan rujukan negara ketika mengambil kebijakan.

Nama Koesnadi memang erat dengan dunia kesehatan. Di Muhammadiyah, dia selalu diamanahi tugas mengurus tentang kesehatan. Tak heran jika namanya selalu disebut-sebut dalam berbagai pendirian Rumah Sakit Muhammadiyah. Dalam pembangunan RS Siti Khodijah Sepanjang Sidoarjo 1967 misalnya, Koesnadi adalah peletak batu pertamanya. Sedangkan di Jakarta, dia juga tercatat sebagai inisiator pendirian Rumah Sakit Islam Jakarta (RSIJ) Cempaka Putih, dan Rumah Sakit Islam Jakarta (RSIJ) Sukapura.

Reputasi Koesnadi di belantara internasional juga tidak diragukan lagi dalam menyuarakan perbaikan kesehatan bagi umat manusia. Tak heran jika rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta 1983-1990 ini menjadi sosok penting di Indonesia bagi NOVIB (Nederlands Organisatie Voor Internationle Behulpazaam Heid). Yaitu  lembaga pemerintahan Belanda yang memberikan bantuan dana ke pihak-pihak yang memerlukannya. Sangat wajar jika Pemerintah Kabupaten Bondowoso akhirnya mengabadikan namanya sebagai nama RSUD setempat. (kholid)

http://www.pwmu.co/2500/2016/03/3-tokoh-muhammadiyah-jatim-yang-diabadikan-sebagai-nama-rumah-sakit-pemerintah.html/4

Komentar

Visitor

Online

Related Post